Kejadian mencatat: “Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan
atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di
bumi’ ” (Kej. 1:26). Umat Kristen yang percaya pada Allah Tritunggal
berpendapat bahwa ayat Alkitab ini membuktikan bahwa Allah adalah
tritunggal, setidaknya ayat ini menyebutkan sifat kejamakan-Nya.
Tetapi terdapat sejumlah alasan mengapa pandangan ini keliru.
Pertama, kata ganti orang pertama “kita” atau “kami” biasa
digunakan oleh penguasa-penguasa di masa kuno. Bentuk jamak orang
pertama digunakan untuk menyatakan kekuasaan mutlak seorang
raja atas kerajaannya, dan kekuasaan dan perwakilan kerajaan itu.
Zaman dulu, perintah raja adalah hukum yang harus ditaati oleh segala
sesuatu di bawah kekuasaannya. Dan kehendak raja dianggap sebagai
kehendak rakyat karena tidak seorang pun boleh menentangnya.
Mengambil contoh dari sejarah, paus-paus Roma Katolik biasa
menggunakan “kami” sebagai kata ganti orang pertama, untuk
menunjukkan otoritas mutlak mereka dan melambangkan gereja.
Mereka berbuat demikian karena mereka dipandang sebagai
perwakilan Tuhan di dunia, yaitu, “Kristus di dunia”. Tetapi, setelah
Yohanes XXIII menjadi paus, terjadi reformasi dalam konsep dan
undang-undang tradisional Gereja Katolik Roma. Di antaranya adalah
bentuk sebutan diri sendiri untuk kepausan. Para paus tidak lagi
menggunakan “kita” untuk menyebut diri mereka, tetapi menggunakan
“saya”, yang menandakan bahwa mereka tidak dapat menganggap
diri mereka sebagai “Kristus di dunia”, dan tidak memegang otoritas
tertinggi. Dengan mendorong reformasi ini, Paus Yohanes XXIII5,
yang masa tugasnya berlangsung dari 28 Oktober 1958 sampai 3 Juni
1963, memperlihatkan dirinya sebagai salah seorang paus yang paling
demokratis dan paling bijaksana sepanjang sejarah Gereja Katolik
Roma.
Dari Alkitab, kita mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan atas
alam semesta, Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan
(Kis. 17:24; 1Tim. 6:15; Why. 19:16). Keagungan dan kemuliaan-Nya
melampaui semua orang di dunia (Ef. 4:6). Dengan mencatat sebutan
Allah sebagai “Kita” atau “Kami”, Alkitab tidak menunjukkan bahwa Dia
ada atau hadir sebagai beberapa pribadi dalam Diri-Nya; sebaliknya, ini
menjelaskan kuasa dan pemerintahan-Nya yang mutlak atas kerajaan-
Nya, termasuk ciptaan-Nya. Hal ini mengingatkan kita bahwa setiap
ciptaan harus tunduk pada kekuasaan Allah (Mzm. 103:19-22).
Kedua, Alkitab menggunakan orang ketiga tunggal menggantikan
kata ganti orang “Dia” (sebagai lawan untuk bentuk jamak “Mereka”)
dalam Kejadian 1:27, untuk meneruskan penggunaannya yang semula
“Kami” dan “Kami punya” dalam Kejadian 1:26. Oleh karena itu, ayat
terakhir ini, tidak menunjukkan sifat jamak dalam Allah yang esa;
sebaliknya, ayat ini mengilustrasikan bentuk sebutan Allah, seperti
yang digunakan oleh penguasa zaman dulu.
Ketiga, konsep orang Yahudi tentang Allah sangat bersifat monoteis
(percaya pada Allah esa). Tidak mungkin Musa, penulis kitab Kejadian,
mendapatkan pengertian bahwa Allah terdiri dari tiga pribadi dalam
satu hakekat. Jika “Kami” dalam Kejadian 1:26 menunjukkan Allah
tritunggal, mengapa orang-orang Yahudi, yang telah mempelajari Torah
(lima kitab pertama dari Perjanjian Lama) sejak berabad-abad lalu,
selalu memegang teguh iman kepercayaan bahwa Allah hanya satu?
No comments:
Post a Comment